Kamis, 21 Februari 2013

22 February 2013

Melakukan sesuatu yang jarang bahkan belum pernah dilakukan memang akan terasa aneh. Bisa dibilang seperti itu. Seaneh percakapan aku dengan Ayah pagi ini. Yaaa, memang tak biasanya anak ini menelpon untuk berbicara langsung dengan Ayah. Biasanya memang lewat ibu kutitipkan salam rindu untuknya. 

Berbeda dengan sebagian besar kaum Ayah pada umumnya. Ayahku memang unik. Cara-cara beliau mengekspresikan cintanya pada kami selalu unik dan bikin hati jadi adeeeem. Lihatlah bahkan bisa dihitung jari jumlah komunikasi kami lewat telepon selama kurang lebih 5 tahun aku merantau ditempat ini. 

Kenapa? 
Bukan karena alasan apa, Ayahku ini bahkan tak mau mendengar suaraku langsung. Beliau selalu tak tega mengakhiri telepon jika sudah mendengar suara putrinya yang nun jauh diseberang. Butuh waktu 1, 2 minggu untuk sekedar lupa karena selalu dan selalu terngiang-ngiang dengan suara dan wajah putri kesayangannya ini. Aaah Ayah, kau memang unik sekali. Itulah yang membuatku semakin dan semakin cinta juga sangat menghormatimu. 

Begitulah Ayahku kawan...
Tapi pagi ini sebelum matahari itu menampakkan keelokannya. Bahkan sebelum adzan subuh itu benar-benar dikumandangkan. Aku ingin melayangkan sebait doa untuknya. Aku ingin mendengarkan langsung suara itu. Kali ini tidak lewat ibu ataupun adek seperti yang kulakukan jika merindunya. 

22 February 2013
Tercatat sudah di Lauh Mahfuz. 1 jatah usiamu berkurang. Yang berarti kesempatanmu untuk menjaga, melindungi dan menemani putrimu ini sekarang nyata sudah berkurang 1 lagi. 
Selamat ulang tahun Bapak. Ayah terhebat yang selalu ada untukku.  :)

Dengan terbata-bata aku ucapkan kata-kata itu. Aku mengejanya dengan balutan suara bahagia tapi penuh aliran air mata. Aku tahu, itu terdengar aneh bagimu. Mana pernah ada tradisi ulang tahun di keluarga kita, walaupun hanya sekedar sebuah ucapan. Lagipula agama kita tidak mengajarkan hal demikian. Tapi, biarkan. Sekali ini saja, di usiamu yang ke-48, aku mengucapkan kalimat itu. Bukan tentang tradisi, bukan tentang esensi kalimat ‘selamat ulang tahun’, semata-mata hanya karena aku ingin engkau merasakan sebuah ucapan selamat yang dirasakan kaum Ayah pada umumnya. Ucapan selamat penuh doa dari anaknya yang jauh darinya karena sedang menuntut ilmu.

Hening.....
Dibalik sana kudengar suara itu tersipu malu. Penuh haru. 
Betapa tidak, sampai diusianya yang sekarang ini mungkin inilah kali pertama ucapan selamat itu terlontar langsung kuucapkan padanya. Meski sejatinya doa yang mengalir untuknya tak kan pernah kulupa sedetik pun.

Ayah,,,Biarkan aku semakin mencintaimu di batas usiamu yang akan terus berkurang. Biarkan saja aku menjadi anak kecilmu. Semoga waktu segera mengizinkanku pulang, untuk sekadar memelukmu, bergelayut manja di pundakmu. Terima kasih untuk doamu dan cara-caramu dalam menyayangi kami yang selalu unik. 

Ulang tahun memang bukan segalanya, tetapi ia, sering kali, menjadi momen yang tepat untuk membahagiakan orang yang kita cintai. 

Bandung, 22 February 2013
*Peluk Ayah dari jauh..:)

2 komentar:

tyaceria mengatakan...

huhuhu.. terharu betul ma jadinya TT_TT

Hasmawati mengatakan...

tyaaaa :)

Posting Komentar