Seusai musim haji, Abdullah bin Mubarak, seorang ulama masyhur pada abad ke-12 tertidur dekat Multazam. Ia seolah-olah mendengar dua malaikat bercakap-cakap. "Ada Enam ratus ribu jemaah haji tahun ini, namun tidak seorang pun yang Mabrur, yang hajinya diterima,"kata malaikat yang satu.
" Ada, seorang. Walaupun tidak datang kesini, tetapi Allah swt berkenan memberinya ganjaran haji mabrur, " kata malaikat yang satu lagi.
"Siapa dia?"
"Ali al Muwaffaq, tukang sepatu miskin di Damaskus."
Abdullah bin Mubarak terkejut, Begitu bangun, segera bersuci. Segera melaksanakan tawaf wada, dan segera berangkat ke Damaskus, ingin bertemu Ali al Muwaffaq. Ingin tahu amal apa yang ia lakukan sehingga mendapat ganjaran haji mabrur tanpa datang ke Mekah. Padahal enam ratus ribu orang yang melakukan wukuf di Arafah, jumrah di Mina, dan rukun serta wajib haji lain, malah Mardud. Tertolak hajinya.
Setelah Abdullah bersusah payah menempuh perjalanan Mekah-Damaskus, akhirnya Ali al Muwaffaq dijumpai. Sehabis mengucapkan salam dan istirahat sebentar, Abdullah memohon agar Alin al Muwaffaq mengisahkan amal perbuatan yang menyebabkannya mendapat ganjaran haji mabrur tanpa mengikuti ritual haji di Mekah pada saat itu.
Semula Ali bungkam membisu. Namun, setelah terus didesak akhirnyadiam mau juga berbicara:
"Tiga puluh tahun aku menabung untuk mengumpulkan biaya perjalanan haji. Sangat susah payah mengingat penghasilanku sebagai pembuat sepatu, amat minim. Tahun ini tabunganku genap 350 dirham. Cukup untuk sekedar bekal dengan cara berhemat dan sederhana. Nah, semalam sebelum keberangkatan, istriku yang sedang mengidam mencium harum masakan dari rumah tetangga sebelah. Ia merengek rengek agar aku memintakan sedikit saja dari hidangan yang menggiurkan itu."
" Maka kudatangi rumah tetanggaku. Seorang janda miskin dengan tiga anak kecil-kecil. Kuketuk pintu, dan kuucapkan salam, sambil menerangkan maksud kedatanganku membawa keinginan dari istri yang sedang mengidam. Ia tampak terkejut, lalu berkata pelan.
" Saudaraku Ali, memang aku sedang memasak daging unta. Akan tetapi, itu hanya halal bagiku dan anak-anakku. Bagimu dan istrimu haram.
" Mengapa?" aku tak kalah terkejut.
" Kami sudah tiga hari tidak makan. Hampir mati kelaparan. Tadi pagi anakku menemukan bangkai unta tergeletak dibawah rumpun. Kami kerat daging pahanya, dan kami masak, sekadar menghilangkan rasa lapar, "jawabnya.
" Mendengar itu, aku berlari pulang. Kuambil uang 350 dirham untuk bekal haji. Kuberikan kepada tetanggaku yang terpaksa memakan daging bangkai unta. Aku ingat sabda Rasulullah saw, yang menyatakan bahwa, tidak akan masuk surga orang yang tidur dengan perut kekenyangan sedangkan tetangganya kelaparan. Biarlah aku tidak jadi berhaji tahun ini, asal tetanggaku tertolong. " Ali al Muwaffaq mengakhiri kisahnya.
Abdullah bin Mubarak meneteskan air mata, dan bergumam, " Malaikat-Malaikat itu telah berbicara benar dalam mimpiku, dan Penguasa Alam Semesta benar-benar Maha Adil pertimbanganNya.""
Sebuah kisah yang semoga bisa membuka mata hati kita untuk tetap peduli pada saudara-saudara kita yang mungkin saat ini tidak/belum beruntung.
Senin, 15 Agustus 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar